Formula Baru Ujian Nasional
>> Wednesday, December 15, 2010
Pelaksanaan ujian nasional beberapa tahun terakhir terus mengundang pro dan kontra. Formula UN selama ini dianggap tidak adil untuk siswa karena kelulusan siswa hanya dinilai dari aspek akademis, padahal banyak siswa yang mempunyai potensi dan bakat heterogen. Akibatnya, siswa yang lemah dibidang akademis tapi memiliki keunggulan di bidang lain terhambat melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya karena gagal dalam UN. Dalam rapat antara pemerintah yang diwakili Menteri Pendidikan Nasional dengan Komisi X DPR, Senin (13/12), disepakati bahwa UN tetap akan dilaksanakan. Hanya saja, Komisi X merekomendasikan kepada pemerintah untuk menyempurnakan peraturan yang berkaitan dengan formula kelulusan siswa. Inilah Formula Baru Ujian Nasional
Nilai sekolah = rapor + ujian akhir sekolah
Nilai gabungan = (bobot x nilai sekolah) + (bobot x ujian nasional)
Nilai kelulusan siswa = nilai gabungan + nilai mata pelajaran non Unas
Sebenarnya Kemendiknas dan Komisi X DPR belum menemukan titik temu untuk merumuskan standar kelulusan siswa sekolah. Namun, pemerintah telah menentukan formula baru penentu kelulusan. Mendiknas M. Nuh menegaskan, ujian nasional (unas) bukan menjadi satu-satunya penentu kelulusan siswa. Salah satu unsur kelulusan didapat dari nilai gabungan.
"Nilai sekolah ditambah nilai unas akan menjadi nilai gabungan," ujarnya selesai rapat dengar pendapat (RDP) di DPR kemarin (13/12). Penentuan nilai sekolah siswa, kata dia, didapatkan dari nilai rapor semester satu hingga semester empat plus nilai ujian akhir sekolah (UAS). "Hasil rata-rata nilai gabungan nanti tidak boleh kurang dari 5,5. Itu standarnya," terang Nuh.
Sayang, bobot penentu kelulusan belum ditentukan pemerintah. Nuh menyatakan pihaknya belum bisa memastikan besaran bobot untuk menghitung nilai gabungan. "Bobotnya berapa, ini yang belum kami tentukan. Termasuk standar minimal kelulusan juga belum kami tentukan," ucap mantan rektor ITS itu.
Dia menjelaskan, nilai gabungan yang didapatkan siswa menjadi salah satu unsur penentu kelulusan. Jika sebelumnya kelulusan ditentukan dengan angka minimal unas 5,5, nantinya angka itu belum bisa dianggap sebagai hasil akhir siswa. "Nilai gabungan akan dihitung lagi dengan nilai mata pelajaran non- unas," tambah Nuh.
Jika tahun depan formulasi baru itu direalisasikan, ungkap Nuh, kemungkinan besar unas ulangan akan ditiadakan. Sebab, syarat kelulusan yang diberikan sudah cukup longgar.
Ketua Panitia Kerja (Panja) Unas Rully Chairul Azwar menegaskan, panja berharap Kemendiknas bijaksana dalam menentukan bobot sebagai salah satu perhitungan angka kelulusan. "Yang penting dalam formulasi baru itu, angka kelulusan mengakomodasi nilai rapor dan ujian sekolah," ujarnya. (nuq)
Respon Terhadap Formula Baru Ujian Nasional
Perubahan formula ujian nasional menjadi tidak lagi satu-satunya penentu kelulusan siswa, direspons positif oleh pihak sekolah. Namun demikian dimasukkannya penilaian keseharian siswa dalam penetuan kelulusan, dipandang sebagai suatu kebijakan yang terlambat.
Pasalnya, sudah semestinya kelulusan siswa, ditentukan dari keseluruhan kemampuan yang ada pada dirinya, yakni mencakup aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. "Meski terlambat, tapi ini lebih baik, daripada tidak ada perubahan kebijakan sama sekali.
Ini berarti, pemerintah pusat sudah sadar kalau formulasi kelulusan siswa hingga kini, belum tepat dan kurang efektif mengukur tingkat kecerdasan atau kemampuan para siswa. Jangan khawatir, guru sudah punya panduan ketika menilai siswa, sehingga hampir dipastikan, tak ada kecurangan seperti akumulasi nilai," kata Kasek SMP 23 Semarang, Drs Agung Nugroho MM ketika dihubungi, Rabu (15/12).
Menurutnya, amat naif jika kelulusan siswa hanya ditentukan dalam waktu empat hari dalam sebuah ujian yang distandarkan secara nasioanal. Terkait aspek keseharian siswa yang hendaknya dinilai, Agung berharap, dalam rumusan BSNP nantinya terdapat penilaian akhlak dan keikutsertaaan dalam kegiatan pembinaan kreativitas, selain nilai ulangan harian dan semester.
Terpisah, Sementara Pakar Pendidikan dari Unnes Prof Retmono berpandangan, formula baru UN tersebut, memberikan dampak positif bagi para siswa. "Mereka dipastikan memiliki kesempatan untuk bekreasi dan dinilai kreasinya, sehingga bisa termotivasi meningkatkan seluruh kemampuan, tak hanya berkisar kemampuan akademik," tuturnya.
Kesepakatan
Pemerintah sepakat dengan masukan DPR untuk mengakomodasi semua proses belajar siswa selama di sekolah. Meski bersedia menerima masukan Komisi X DPR, pemerintah masih tetap ingin supaya dalam penghitungan nilai akhir siswa yang menjadi acuan standar kelulusan tetap memberi bobot yang lebih besar pada hasil UN. Nuh beralasan, nilai UN perlu untuk mengontrol nilai sekolah.
Dari kajian Kemendiknas, sekolah yang terakreditasi C cenderung lebih mudah atau royal memberi nilai tinggi kepada siswa. Dengan demikian, nilai dari sekolah untuk semua siswa hampir sama, dianggap belum mampu membedakan mana siswa yang berprestasi baik dan biasa- biasa saja atau di bawah rata-rata.
Nuh mengatakan, nilai akhir yang merupakan gabungan dari nilai sekolah dan nilai UN tetap harus memenuhi syarat nilai minimal. Pemerintah berencana mematok nilai minimal 5,5. Dengan adanya formula baru kelulusan siswa, berkembang wacana tidak ada lagi UN ulangan.
Penulis : Drs. Asep Rusmana, S.H. (Admin/Diolah dari berbagai sumber)
Nilai sekolah = rapor + ujian akhir sekolah
Nilai gabungan = (bobot x nilai sekolah) + (bobot x ujian nasional)
Nilai kelulusan siswa = nilai gabungan + nilai mata pelajaran non Unas
Sebenarnya Kemendiknas dan Komisi X DPR belum menemukan titik temu untuk merumuskan standar kelulusan siswa sekolah. Namun, pemerintah telah menentukan formula baru penentu kelulusan. Mendiknas M. Nuh menegaskan, ujian nasional (unas) bukan menjadi satu-satunya penentu kelulusan siswa. Salah satu unsur kelulusan didapat dari nilai gabungan.
"Nilai sekolah ditambah nilai unas akan menjadi nilai gabungan," ujarnya selesai rapat dengar pendapat (RDP) di DPR kemarin (13/12). Penentuan nilai sekolah siswa, kata dia, didapatkan dari nilai rapor semester satu hingga semester empat plus nilai ujian akhir sekolah (UAS). "Hasil rata-rata nilai gabungan nanti tidak boleh kurang dari 5,5. Itu standarnya," terang Nuh.
Sayang, bobot penentu kelulusan belum ditentukan pemerintah. Nuh menyatakan pihaknya belum bisa memastikan besaran bobot untuk menghitung nilai gabungan. "Bobotnya berapa, ini yang belum kami tentukan. Termasuk standar minimal kelulusan juga belum kami tentukan," ucap mantan rektor ITS itu.
Dia menjelaskan, nilai gabungan yang didapatkan siswa menjadi salah satu unsur penentu kelulusan. Jika sebelumnya kelulusan ditentukan dengan angka minimal unas 5,5, nantinya angka itu belum bisa dianggap sebagai hasil akhir siswa. "Nilai gabungan akan dihitung lagi dengan nilai mata pelajaran non- unas," tambah Nuh.
Jika tahun depan formulasi baru itu direalisasikan, ungkap Nuh, kemungkinan besar unas ulangan akan ditiadakan. Sebab, syarat kelulusan yang diberikan sudah cukup longgar.
Ketua Panitia Kerja (Panja) Unas Rully Chairul Azwar menegaskan, panja berharap Kemendiknas bijaksana dalam menentukan bobot sebagai salah satu perhitungan angka kelulusan. "Yang penting dalam formulasi baru itu, angka kelulusan mengakomodasi nilai rapor dan ujian sekolah," ujarnya. (nuq)
Respon Terhadap Formula Baru Ujian Nasional
Perubahan formula ujian nasional menjadi tidak lagi satu-satunya penentu kelulusan siswa, direspons positif oleh pihak sekolah. Namun demikian dimasukkannya penilaian keseharian siswa dalam penetuan kelulusan, dipandang sebagai suatu kebijakan yang terlambat.
Pasalnya, sudah semestinya kelulusan siswa, ditentukan dari keseluruhan kemampuan yang ada pada dirinya, yakni mencakup aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. "Meski terlambat, tapi ini lebih baik, daripada tidak ada perubahan kebijakan sama sekali.
Ini berarti, pemerintah pusat sudah sadar kalau formulasi kelulusan siswa hingga kini, belum tepat dan kurang efektif mengukur tingkat kecerdasan atau kemampuan para siswa. Jangan khawatir, guru sudah punya panduan ketika menilai siswa, sehingga hampir dipastikan, tak ada kecurangan seperti akumulasi nilai," kata Kasek SMP 23 Semarang, Drs Agung Nugroho MM ketika dihubungi, Rabu (15/12).
Menurutnya, amat naif jika kelulusan siswa hanya ditentukan dalam waktu empat hari dalam sebuah ujian yang distandarkan secara nasioanal. Terkait aspek keseharian siswa yang hendaknya dinilai, Agung berharap, dalam rumusan BSNP nantinya terdapat penilaian akhlak dan keikutsertaaan dalam kegiatan pembinaan kreativitas, selain nilai ulangan harian dan semester.
Terpisah, Sementara Pakar Pendidikan dari Unnes Prof Retmono berpandangan, formula baru UN tersebut, memberikan dampak positif bagi para siswa. "Mereka dipastikan memiliki kesempatan untuk bekreasi dan dinilai kreasinya, sehingga bisa termotivasi meningkatkan seluruh kemampuan, tak hanya berkisar kemampuan akademik," tuturnya.
Kesepakatan
Pemerintah sepakat dengan masukan DPR untuk mengakomodasi semua proses belajar siswa selama di sekolah. Meski bersedia menerima masukan Komisi X DPR, pemerintah masih tetap ingin supaya dalam penghitungan nilai akhir siswa yang menjadi acuan standar kelulusan tetap memberi bobot yang lebih besar pada hasil UN. Nuh beralasan, nilai UN perlu untuk mengontrol nilai sekolah.
Dari kajian Kemendiknas, sekolah yang terakreditasi C cenderung lebih mudah atau royal memberi nilai tinggi kepada siswa. Dengan demikian, nilai dari sekolah untuk semua siswa hampir sama, dianggap belum mampu membedakan mana siswa yang berprestasi baik dan biasa- biasa saja atau di bawah rata-rata.
Nuh mengatakan, nilai akhir yang merupakan gabungan dari nilai sekolah dan nilai UN tetap harus memenuhi syarat nilai minimal. Pemerintah berencana mematok nilai minimal 5,5. Dengan adanya formula baru kelulusan siswa, berkembang wacana tidak ada lagi UN ulangan.
Penulis : Drs. Asep Rusmana, S.H. (Admin/Diolah dari berbagai sumber)
0 comments:
Post a Comment